Francisco Villa lahir di Durango, Meksiko, pada tahun 1878. Ia merupakan pemimpin Revolusi Meksiko dan terlibat dalam beberapa pertempuran, seperti Pertempuran Ciudad Juárez, Pertempuran Zacateca, Pertempuran Agua Prieta, Pertempuran Nogales, Pertempuran Guerrero, dan Pertempuran Celaya.
Vila menerima pendidikan dari sekolah gereja lokal, namun berhenti setelah ayahnya meninggal untuk membantu ibunya menjadi petani. Berbagai pekerjaan sempat dijalaninya, mulai dari menjadi bandit, petani, tukang daging, tukang batu, dan mandor perusahaan kereta api Amerika Serikat.
Pada usia 16 tahun dia pindah ke Chihuahua, tetapi segera kembali ke Durango untuk melacak dan membunuh seorang pemilik hacienda bernama Agustín López Negrete yang telah memperkosa saudara perempuannya.
Pandangan Villa tentang bandit berubah setelah bertemu Abraham González yang menentang pemerintahan Díaz. Dia meyakinkan Villa bahwa melalui banditnya dia bisa berjuang untuk rakyat. Pada tahun 1913, dia menjadi gubernur sementara Negara Bagian Chihuahua.
Taktik perang Villa dipelajari oleh Angkatan Darat Amerika Serikat. Dia juga membuat kontrak dengan Hollywood, di mana Hollywood diizinkan merekam gerakan Villa dengan kompensasi 50% dari keuntungan dibayarkan kepada Villa untuk mendukung Revolusi.
Pancho Villa meninggal dalam usia 20 Juli 1923 setelah ditembak oleh musuhnya secara tersembunyi. Salah satu karakteristik kepribadian Villa adalah obsesinya untuk mewujudkan keadilan bagi petani miskin yang tidak memiliki tanah di Meksiko, terutama di wilayah di utara Meksiko: Chihuahua, dan Durango. Obsesi dan kemampuan bertarungnya yang alami, juga keberanian mendorongnya untuk dapat memimpin pasukan gerilya yang kuat yang bersekutu dengan pasukan Zapata di selatan.
Mereka kemudian bergabung untuk menyerang pasukan oligarki yang saat itu dipimpin oleh diktator Huerta. Pasukan gabungan Villa dan Zapata memimpin revolusi Meksiko dan mereka berhasil mengambil alih ibu kota, Mexico City. Villa dan Zapata adalah pemimpin populer yang otentik. Ketika mereka berhasil mengambil alih Mexico City keduanya menolak untuk menjadi presiden.
Villa menyatakan bahwa ia bukanlah seorang negarawan dan tidak memiliki pendidikan yang cukup untuk menjadi presiden. Dia hanya belajar membaca dan menulis dengan benar dua tahun sebelumnya. Meskipun berasal dari keluarga miskin, ia menolak untuk menjadi presiden karena menyadari keterbatasan dirinya sendiri.
Prabowo Subianto mengutip Villa dan menyoroti kejujurannya sebagai contoh bagi calon pemimpin Indonesia masa depan. Ia menekankan pentingnya terus belajar dan meningkatkan kemampuan agar nantinya dapat dengan jujur mengakui bahwa mereka mampu menjalankan profesi yang ditawarkan.