Penggunaan internet di kalangan anak-anak di Indonesia terus meningkat seiring dengan perkembangan teknologi dan kemudahan akses digital. Menurut laporan Profil Anak Indonesia 2024 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), anak-anak mencakup 28,65 persen dari total populasi Indonesia, setara dengan 79,8 juta jiwa. Data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2024 juga mengungkap bahwa penetrasi internet di kalangan Generasi Z (lahir 1997-2012) telah mencapai 87,02 persen. Meskipun internet memberikan banyak manfaat, peningkatan akses ini juga membawa risiko yang perlu diwaspadai, seperti paparan konten tidak pantas, kecanduan digital, dan ancaman keamanan siber.
Risiko dari tingginya penggunaan internet pada anak perlu diantisipasi karena dapat memengaruhi kesehatan mental dan perkembangan anak. Gangguan konsentrasi dan risiko ADHD adalah hal yang perlu diwaspadai ketika anak terlalu banyak menghabiskan waktu di media sosial. Selain itu, penggunaan media sosial juga dapat mempengaruhi perkembangan kognitif, sosial, dan emosional anak, yang berdampak jangka panjang terhadap pola pikir dan perilaku mereka di masa depan. Setiap platform media sosial memiliki potensi risiko, seperti konten tidak sesuai usia, cyberbullying, dan kecanduan digital.
Untuk mengantisipasi risiko tersebut, orang tua memegang peran penting dalam mengontrol dan membimbing anak saat bermedia sosial. Pengawasan aktivitas anak, memberikan batasan waktu layar, mendiskusikan konten yang mereka konsumsi, serta meningkatkan literasi digital anak dan orang tua dapat membantu mengurangi dampak negatif media sosial. Peraturan yang lebih ketat dalam penggunaan media sosial juga perlu diterapkan, sambil memastikan bahwa anak memahami aturan serta bahaya internet sebelum diberikan akses ke media sosial. Kolaborasi antara keluarga, sekolah, dan komunitas juga penting untuk menciptakan lingkungan digital yang lebih aman bagi anak-anak.