Mayoritas masyarakat mendukung penyidik setara serta peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam penanganan kasus pidana yang dimasukkan dalam Rancangan Undang-undang Perubahan UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Hasil survei nasional yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) menyimpulkan bahwa keberadaan saluran lain untuk pelaporan kejahatan yang tidak mendapatkan penanganan dalam waktu 14 hari sejak laporan diterima dianggap penting oleh 86 persen responden. Terdapat juga dukungan yang signifikan terhadap kesetaraan penyidik di RUU KUHAP dengan 61,6 persen responden mendukung penyidik kejaksaan, BNN, dan PPNS setara secara kualifikasi dan kompetensi.
Survei juga menyoroti berbagai aspek penegakan hukum terkait restorative justice, pendampingan oleh advokat/penasehat hukum, izin dan saksi dalam penggeledahan, serta ketersediaan informasi perkara kriminal. Mayoritas responden menyatakan perlunya persetujuan dan kehadiran saksi selama penggeledahan, dukungan terhadap mekanisme penyelesaian di luar sidang untuk kasus kriminal ringan, serta perlunya informasi perkembangan kasus kriminal dalam bentuk digital yang dapat diakses oleh masyarakat.
LSI juga mengungkap adanya penurunan kepercayaan terhadap lembaga penegak hukum, terutama terkait kurangnya transparansi dalam penanganan kasus pelaku kriminal. Meskipun meski RUU KUHAP telah disetujui dalam rapat paripurna DPR RI, mayoritas publik tidak mengetahui informasi tersebut. Perlu adanya sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait revisi RUU KUHAP. Selain itu, pentingnya masyarakat memahami bahwa kontrol atas pembahasan RUU KUHAP harus dilakukan agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan di lembaga penegak hukum yang dapat berpotensi koruptif dan abuse of power.