Indonesia Strategic and Defence Studies (ISDS) mengkritik keputusan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto yang meralat mutasi sejumlah perwira tinggi TNI yang baru diumumkan satu hari. Co-Founder ISDS, Dwi Sasongko, menilai hal tersebut tidak hanya mencerminkan ketidaksiapan dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan di tingkat tertinggi TNI, tetapi juga mengindikasikan potensi masalah sistemik dalam tata kelola di tubuh TNI. Mutasi dalam tubuh TNI seharusnya merupakan hasil dari proses yang matang, berdasarkan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja, kebutuhan organisasi, dan pertimbangan strategis jangka panjang.
Menurut Sasongko, ketika sebuah keputusan penting diralat dalam waktu singkat, hal tersebut muncul kesan bahwa kebijakan tersebut diambil secara terburu-buru, tidak transparan, atau bahkan dipengaruhi oleh kepentingan di luar institusi. Selain itu, kebijakan yang berubah-ubah juga berdampak negatif terhadap moral para perwira dan prajurit, karena ketidakpastian dalam penempatan jabatan dinilai bisa menurunkan motivasi dan memunculkan spekulasi liar di lingkungan internal maupun eksternal.
Ia menyarankan beberapa langkah yang perlu dilakukan, antara lain memperkuat sistem perencanaan dan evaluasi pengembangan sumber daya manusia di tubuh TNI, menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam mengambil keputusan terkait mutasi, meningkatkan independensi TNI dari pihak lain untuk kepentingan politik tertentu, membangun budaya institusi yang konsisten dan profesional, serta memperkuat mekanisme koreksi internal.
Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto sebelumnya meralat mutasi perwira tinggi TNI yang baru diumumkan dalam Keputusan 554a/IV/2025 yang dibuat satu hari setelah Surat Keputusan 554. Dari 237 perwira tinggi yang terdampak, tujuh di antaranya dibatalkan mutasinya, termasuk Letjen Kunto Arief Wibowo dan Laksda TNI Krisno Utama. Melalui langkah-langkah yang disarankan ISDS, diharapkan TNI dapat menghindari kekeliruan serupa di masa depan.