Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan atas 11 perkara uji formil dan materiil UU TNI pada Jumat (9/5). Sidang tersebut dibagi menjadi tiga panel hakim konstitusi.
Salah satu permohonan yang dibahas dalam sidang tersebut meminta MK untuk memerintahkan Presiden RI Prabowo Subianto dan DPR untuk membayar uang ganti rugi dan uang paksa (dwangsom) ke negara karena mengesahkan UU TNI. Para pemohon, termasuk Mahasiswa Universitas Putera Batam dan Mahasiswi Universitas Negeri Batam, menuntut pembayaran ganti rugi kepada negara sebesar Rp 50 miliar dan Rp 25 miliar kepada Presiden dan DPR, serta membayar uang dwangsom dan uang paksa setiap hari karena dianggap lalai dalam menjalankan tugas.
Selain itu, dalam petitumnya, pemohon juga meminta MK untuk membatalkan UU TNI Nomor 3 Tahun 2025 dan mengembalikan keberlakuan UU Nomor 34 Tahun 2004. Mereka berpendapat bahwa pengesahan UU TNI dilakukan terlalu cepat dan melanggar UUD NRI 1945 tanpa alasan darurat yang jelas.
Di sisi lain, pemohon juga mengajukan permohonan untuk membatalkan ketentuan dalam UU TNI yang memungkinkan prajurit TNI menduduki jabatan sipil tanpa harus mundur dari dinas aktif keprajuritan. Mereka menilai ketentuan Pasal 47 Ayat 2 UU TNI telah melanggar UUD NRI 1945 dan menciptakan ketidakpastian hukum.
Dalam sidang tersebut, pemohon mendalilkan bahwa Pasal 47 Ayat 2 juga dapat memicu penyalahgunaan kekuasaan oleh penguasa pemerintah dan bertentangan dengan prinsip supremasi sipil yang dianut dalam reformasi. MK diminta untuk mengubah frasa pada Pasal tersebut dan menegaskan bahwa prajurit harus mundur dari dinas aktif keprajuritan sebelum menduduki jabatan sipil.