Pihak penggugat dari jajaran rektorat UGM membuka suara terkait gugatan yang mereka ajukan ke Pengadilan Negeri Sleman terkait polemik ijazah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo atau Jokowi. Identitas penggugat, seorang advokat bernama Komardin, berasal dari Makassar, Sulawesi Selatan. Komardin menjelaskan bahwa gugatan diajukan karena UGM tidak memberikan informasi mengenai ijazah dan skripsi Jokowi sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Menurut Komardin, situasi ini dapat menciptakan polemik terkait ijazah dan skripsi palsu, yang pada akhirnya berdampak pada kondusifitas negara dan nilai tukar Rupiah yang anjlok. Dia menuntut ganti rugi kepada UGM sebesar Rp69 triliun kerugian materiil dan Rp1.000 triliun kerugian imateriil, yang seharusnya dibayarkan kepada negara. Komardin menekankan bahwa penilaian kerugian didasarkan pada nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS yang mengalami fluktuasi.
Selain itu, Komardin juga mempertanyakan kredibilitas UGM dalam hal administrasi berkas terkait ijazah dan skripsi Jokowi, yang bisa berdampak pada reputasi universitas. Dalam gugatan tersebut, Komardin mencantumkan beberapa pejabat UGM sebagai tergugat, termasuk rektor, wakil rektor, dekan, dan kepala Perpustakaan Fakultas Kehutanan, serta dosen pembimbing Jokowi.
Rektor UGM, Ova Emilia, bersama dengan empat wakil rektor, dekan, kepala Perpustakaan Fakultas Kehutanan, dan dosen pembimbing akademik Jokowi, Kasmudjo, digugat terkait polemik ijazah sarjana Jokowi. Gugatan ini telah diregistrasi ke Pengadilan Negeri Sleman dengan nomor perkara 106/Pdt.G/2025/Pn Smn. Juru bicara PN Sleman, Cahyono, mengonfirmasi bahwa gugatan ini terkait polemik ijazah dan kaitannya dengan perbuatan melawan hukum.
Sekretaris Universitas UGM, Andi Sandi Antonius, menyatakan bahwa pihaknya belum melihat detail gugatan dan latar belakang penggugat, namun mereka siap untuk mematuhi ketentuan yang berlaku. Proses gugatan ini masih berlangsung dan menarik perhatian publik terkait polemik ijazah dan skripsi Jokowi yang menjadi sorotan.