Pemakzulan Gibran: Hukum Harus Diutamakan

by -15 Views

Wacana mengenai kemungkinan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka tidak dapat dipisahkan dari aspek konstitusi yang sangat ketat. Hal ini menjadi sorotan publik setelah Forum Purnawirawan TNI menyoroti proses pencalonannya untuk Pilpres 2024. Secara konstitusional, mekanisme pemakzulan Presiden dan Wakil Presiden diatur dengan jelas dalam Pasal 7A UUD 1945. Pasal ini menjelaskan bahwa pemakzulan hanya dapat dilakukan jika terdapat bukti yang menunjukkan bahwa yang bersangkutan melakukan pelanggaran hukum, seperti pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, kejahatan serius lainnya, perbuatan tercela, atau tidak memenuhi syarat sebagai Presiden atau Wakil Presiden. Oleh karena itu, proses pemakzulan harus didasarkan pada bukti hukum yang kuat dan sesuai dengan ketentuan konstitusi.

Dr. Yance Arizona, seorang pakar hukum tata negara dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, menjelaskan bahwa sampai saat ini belum terlihat alasan yang kuat dalam Pasal 7A yang dapat digunakan untuk memberhentikan Gibran. Dalam kasus Wakil Presiden Gibran, pertanyaan muncul apakah dugaan pelanggaran etik atau manipulasi dalam proses pencalonannya dapat dianggap sebagai pelanggaran berat atau perbuatan tercela sesuai dengan Pasal 7A. Keseluruhan proses pemakzulan harus mempertimbangkan bukti hukum yang sah dan tidak boleh didasarkan semata pada tekanan politik.

Dengan begitu, diskusi mengenai kemungkinan pemakzulan Wakil Presiden haruslah berlandaskan pada ketentuan konstitusi yang kuat. Proses pemakzulan tidak boleh dilakukan secara sewenang-wenang, melainkan harus didasarkan pada bukti-bukti yang jelas dan sesuai dengan hukum yang berlaku. Itulah mengapa penting untuk memahami prosedur pemakzulan secara detail sebelum mengambil langkah yang lebih lanjut terkait isu ini.

Source link