Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengungkapkan bahwa perjanjian Helsinki tidak dapat digunakan sebagai pedoman dalam menentukan kepemilikan empat pulau yang sedang menjadi sengketa antara Aceh dan Sumatera Utara. Menurut Yusril, Undang-undang 1956 juga tidak mengatur status empat pulau tersebut, yaitu Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir Gadang. Tapak batas wilayah baru muncul setelah zaman reformasi, dengan adanya pemekaran provinsi, kabupaten, dan kota. Meskipun demikian, keputusan terkait status empat pulau masih dalam proses, dan Yusril akan berkomunikasi dengan Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara untuk mencapai kesepakatan. Yusril juga menyoroti kesamaan permasalahan di tempat lain, seperti Pulau Natuna, Pulau Miangas, dan Pulau Pasir, yang menggambarkan kompleksitas dalam menentukan kepemilikan pulau berdasarkan faktor geografis dan sejarah.
Perjanjian Helsinki & UU ’56: Pulau Sengketa Tanpa Batas?
