Pemerintah Amerika Serikat (AS) memberlakukan penurunan tarif bea masuk untuk produk Indonesia dari 32 persen menjadi 19 persen. Meski terdengar menguntungkan, keputusan ini diikuti dengan persyaratan pembelian puluhan pesawat buatan AS oleh Indonesia. Presiden AS, Donald Trump, mengumumkan kesepakatan tersebut sebagai bagian dari upaya pembaruan hubungan dagang antara kedua negara. Dalam kesepakatan tersebut, Indonesia harus membuka akses bagi produk AS, termasuk energi dan agrikultur, sebagai kompensasi atas penurunan tarif import. Salah satu kewajiban yang mencolok adalah pembelian 50 pesawat Boeing, mayoritas di antaranya adalah model Boeing 777, yang diyakini akan memperkuat armada maskapai nasional Garuda Indonesia.
Menurut laporan media Inggris, BBC, kesepakatan ini lebih bersifat politis daripada ekonomi. Indonesia juga setuju untuk membeli energi senilai USD 15 miliar dan produk pertanian AS senilai USD 4,5 miliar. Harga satu unit pesawat Boeing 777 baru diperkirakan sekitar USD 330 juta atau sekitar Rp5,37 triliun. Dengan demikian, keseluruhan pembelian 50 unit pesawat Boeing bisa mencapai nilai lebih dari USD 16,5 miliar atau sekitar Rp268 triliun. Meskipun harga tersebut dapat lebih murah melalui negosiasi, pembelian dalam jumlah besar seperti ini tetap akan berdampak signifikan pada anggaran negara. Kebijakan ini dapat dianggap sebagai langkah proteksionis AS untuk memperkuat industri dalam negeri dengan mendorong ekspor produk unggulannya ke pasar internasional dalam pertukaran akses lebih luas. Namun, sejumlah pihak di Indonesia mempertanyakan manfaat langsung dari kesepakatan ini terhadap perekonomian nasional dan potensi beban anggaran yang akan dihadapi Indonesia.
