Pulau Citlim dihentikan aktivitas tambang pasir oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Ditjen PSDKP. Tindakan ini diambil karena pelaku usaha pertambangan tidak memiliki izin ruang laut dan pemanfaatan pulau-pulau kecil kawasan sekitarnya. Pulau Citlim hanya memiliki luas sekitar 2.200 hektar, sehingga pelaku usaha pertambangan harus memperoleh rekomendasi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. Selama aktivitas pertambangan di Pulau Citlim, KKP menerima keluhan dari masyarakat terutama nelayan, terkait pencucian pasir yang merusak terumbu karang dengan aliran airnya menuju laut.
Selama penghentian aktivitas pertambangan pasir, perusahaan dilarang melakukan kegiatan di Pulau Citlim. Hal ini akan dipantau oleh petugas KKP melalui satelit dan Pokmaswas di Desa Buluh Patah. Petugas juga sedang menyelidiki kerusakan ekosistem laut akibat aktivitas pertambangan dan kemungkinan denda serta sanksi administrasi lainnya. Perusahaan yang beroperasi sejak 2019, PT Jeni Prima Sukses, mengaku tidak memiliki izin ruang laut karena penolakan saat pengurusan secara online melalui OSS. Mereka berkomitmen untuk berkoordinasi dengan Direktur Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan (DJPK) KKP. Pasir hasil tambang di Pulau Citlim dikirim ke Batam dan Karimun, bukan diekspor ke luar negeri.