Jumat, 29 Maret 2024 – 10:22 WIB
Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) akan melanjutkan sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) atau sengketa Pilpres 2024 pada pekan depan. Rencananya, sidang akan dilanjutkan dengan agenda mendengarkan pembuktian dari saksi dan ahli.
Baca Juga :
Pernah Dampingi Gibran ke Papua, Bahlil Bantah Tudingan Tak Netral
Ketua MK, Suhartoyo meminta agar pemohon tidak membawa saksi maupun ahli melebihi batas maksimal yang ditetapkan.
“Hari Senin, tanggal 1 April 2024 giliran pemohon nomor 1 untuk mengajukan saksi dan ahli, tidak boleh lebih dari 19 orang,” ujar Suhartoyo di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) dikutip pada Jumat, 29 Maret 2024.
Baca Juga :
Berpengalaman di DPR, Sumail Abdullah Dinilai Berpotensi Maju Pilkada Banyuwangi
Suhartoyo menambahkan, MK juga akan melakukan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) mengenai permintaan pemanggilan beberapa kementerian dari pihak pemohon sebagai saksi bukti.
Baca Juga :
Sidang Sengketa Pilpres di MK, Bawaslu Sebut Jokowi Bagi-bagi Bansos Tak Langgar Netralitas
Selain itu, dia juga meminta para pihak terkait untuk hadir dalam persidangan tanpa menunggu panggilan dari MK.
“Untuk hari Senin, tanggal 1 April, pemohon nomor 2 tidak perlu hadir terlebih dahulu, jadi istirahat dulu. Sementara pihak lainnya diharapkan hadir tanpa harus kami panggil, karena ini sudah pemberitahuan resmi kepada pihak terkait, KPU, Bawaslu, dan pemohon nomor satu,” katanya.
Sebelumnya dilaporkan, Anggota tim hukum Ganjar-Mahfud, yaitu Annisa Ismail mengungkapkan skema nepotisme yang diduga dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di balik kemenangan pasangan capres-cawapres nomor urut 2, yaitu Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Skema pertama, kata Annisa, nepotisme yang dilakukan bertujuan untuk memastikan Gibran memiliki dasar untuk maju sebagai kontestan dalam Pilpres 2024. Dimulai dengan pencalonan Gibran sebagai calon wali kota Surakarta.
“Selanjutnya, keikutsertaan Anwar Usman dalam perkara nomor 90 tahun 2023 hingga penerimaan pendaftaran Gibran Rakabuming Raka yang akhirnya keduanya dinyatakan melanggar etika,” kata Annisa pada Rabu, 27 Maret 2024.
Annisa menjelaskan skema nepotisme kedua yang diduga dilakukan Jokowi adalah menyiapkan langkah untuk mengatur jalannya Pilpres 2024. Hal ini terlihat dari orang-orang terdekat Jokowi yang menduduki jabatan penting.
“Nepotisme kedua, dilakukan untuk menyiapkan jaringan yang diperlukan untuk mengatur jalannya Pilpres 2024. Dimulai dengan penunjukan orang-orang dekat Presiden Joko Widodo untuk menduduki jabatan penting terkait pelaksanaan Pilpres 2024, terutama ratusan kepala daerah,” ujarnya.
Selanjutnya, skema nepotisme ketiga adalah memastikan pasangan Prabowo-Gibran memenangkan Pilpres 2024 dalam satu putaran, termasuk dengan mengadakan pertemuan dengan berbagai pejabat daerah.
“Nepotisme ketiga adalah untuk memastikan agar pasangan calon 02 memenangkan Pilpres 2024 dalam satu putaran dengan berbagai cara, termasuk mengadakan pertemuan dengan berbagai pejabat dari berbagai tingkatan pemerintahan mulai dari tingkat pusat hingga desa,” ujar Annisa.
Selain itu, kata Annisa, dikombinasikan dengan politisasi bansos yang terlihat dari aspek waktu pembagian, jumlah bantuan yang diberikan, dan penerima bansos. “Dan tentu saja, penerima bansos,” tambahnya.
Halaman Selanjutnya
Sebelumnya dilaporkan, Anggota tim hukum Ganjar-Mahfud, yaitu Annisa Ismail mengungkapkan skema nepotisme yang diduga dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di balik kemenangan pasangan capres-cawapres nomor urut 2, yaitu Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.