Dua jurnalis menjadi korban intimidasi dan kekerasan aparat saat meliput aksi tolak UU TNI di sekitar Gedung Negara Grahadi, Surabaya pada Senin (24/3) malam. Mereka adalah Rama Indra jurnalis media daring Beritajatim.com, dan Wildan Pratama reporter radio Suara Surabaya atau SuaraSurabaya.net. Menurut Rama, kekerasan terjadi ketika ia merekam tindakan represif aparat terhadap massa aksi di Jalan Pemuda. Polisi kemudian mengintervensi dan memaksa Rama untuk menghapus rekaman video aksi kekerasan tersebut. Meskipun telah menyatakan identitasnya sebagai jurnalis, Rama tidak dihiraukan dan bahkan dianiaya oleh polisi.
Wildan Pratama, jurnalis Suara Surabaya, juga mengalami intervensi aparat saat mencoba meliput di Gedung Negara Grahadi. Polisi meminta Wildan untuk menghapus foto yang diambil, tanpa memberikan alasan yang jelas. Aksi tolak UU TNI di Gedung Grahadi Surabaya juga dilaporkan berlangsung ricuh, dengan lemparan botol plastik dan batu ke arah gedung. Meskipun polisi membantah melakukan intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis, beberapa saksi melaporkan adanya penangkapan massa aksi tanpa alasan yang jelas.
Dengan demikian, kehadiran jurnalis saat meliput aksi protes sangat penting untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam setiap tindakan aparat keamanan. Kepentingan masyarakat untuk mendapatkan informasi yang akurat dan objektif juga seharusnya dijunjung tinggi dalam setiap situasi. Meskipun terkadang terdapat hambatan dan risiko, jurnalis harus tetap mempertahankan integritas dan semangat untuk melaporkan kebenaran demi kepentingan publik.