Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia sedang mengkaji kemungkinan untuk merevisi UU Nomor 20 Tahun 2023 mengenai aparatur sipil negara (ASN). Usulan revisi ini fokus pada satu pasal terkait delegasi kewenangan pembinaan ASN eselon satu dan dua kepada Presiden. Usulan tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Gerindra, Bahtra Banong, yang menyatakan bahwa revisi RUU ASN akan membuka peluang bagi ASN eselon satu dan dua untuk naik pangkat hingga ke pusat.
Di sisi lain, Ketua Komisi II DPR dari Fraksi NasDem, Rifqinizami Karsayuda, mengungkapkan usulan untuk memberikan wewenang kepada pemerintah pusat untuk melakukan mutasi ASN eselon satu dan dua. Menurut Rifqi, karir ASN di daerah terhambat karena kewenangan mutasi hanya diberikan kepada pemerintah daerah, sehingga ASN berprestasi di daerah tidak mendapat kesempatan untuk berkembang hingga tingkat nasional.
Namun, usulan revisi tersebut mendapat sorotan dari Wakil Ketua Komisi II DPR Fraksi Golkar, Zulfikar Arse Sadikin, yang menilai bahwa usulan pasal tunggal RUU ASN berpotensi melanggar UUD 45. Pasal 30 UU ASN memberikan delegasi kewenangan kepada beberapa pihak untuk menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pejabat, namun dengan revisi ini, kemungkinan kewenangan tersebut akan kembali ke tangan Presiden.
Dengan rencana revisi yang sedang disusun, kewenangan dalam pengelolaan ASN diprediksi akan dipusatkan pada Presiden. Hal ini mendapat perhatian dan perdebatan di tingkat DPR karena melibatkan prinsip-prinsip konstitusi yang mendasar. Tantangan dalam memperbaiki undang-undang ASN ini menjadi fokus diskusi di kompleks parlemen demi penyelarasan yang lebih baik dalam pengelolaan ASN di Indonesia.