Ketua DPR RI, Puan Maharani, memperhatikan praktik penahanan ijazah oleh perusahaan yang sedang diperbincangkan saat ini. Menurut Puan, penahanan ijazah merupakan bentuk sistematis pemiskinan terhadap pekerja dan bukan hanya masalah hukum. Menurutnya, hal ini juga merendahkan martabat pekerja Indonesia.
Puan memberikan apresiasi terhadap Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/5/HK.04.00/V/2025 yang melarang perusahaan untuk menahan ijazah dan dokumen pribadi karyawan. Selain ijazah, edaran tersebut juga melarang perusahaan menahan dokumen pribadi lainnya seperti sertifikat kompetensi, paspor, akta kelahiran, buku nikah, dan buku kendaraan bermotor. Namun, Puan menegaskan perlunya pengawasan dan sanksi bagi perusahaan yang melanggar larangan tersebut.
Pemerintah tetap memberikan ruang bagi perusahaan untuk mengamankan ijazah dalam kondisi tertentu, misalnya jika ijazah tersebut diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan yang didanai oleh pemberi kerja berdasarkan perjanjian kerja tertulis. Namun, perusahaan wajib menjamin keamanan ijazah tersebut dan memberikan ganti rugi jika terjadi kerusakan atau kehilangan. Puan menekankan bahwa edaran tanpa pengawasan dan sanksi tegas hanya akan menjadi dokumen kosong belaka.
Di sisi lain, kasus penahanan ijazah karyawan CV Sentoso Seal di Surabaya juga menjadi sorotan. Polisi telah menetapkan seorang tersangka, Jan Hwa Diana, namun berkembangnya penyidikan menunjukkan kemungkinan tersangka akan bertambah. Sejauh ini, 23 orang saksi telah diperiksa dalam kasus ini dan akan terus dimintai keterangan. Pihak berwenang juga akan menggali peran pihak lain seperti suami Diana dan keponakan Diana. Diana dijerat dengan Pasal 372 KUHP terkait penggelapan atas perbuatannya yang menyembunyikan 108 ijazah mantan pegawainya.