Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai menyoroti ketiadaan Undang-Undang yang mengatur perlindungan, pelestarian, dan penghormatan Masyarakat Hukum Adat. Pasal-pasal dalam konstitusi, seperti Pasal 18B ayat (2), Pasal 28I ayat (3), dan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, secara tegas telah mengatur keberadaan Masyarakat Hukum Adat. Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 3/PUU-VIII/2010 dan 31/PUU-V/2007 juga telah menguatkan kedudukan Masyarakat Hukum Adat.
Kementerian HAM mendapati bahwa meskipun Pasal dalam Undang-Undang Dasar 1945 telah mengatur Masyarakat Adat, belum ada Undang-Undang yang mengatur implementasi perlindungan, pelestarian, dan penghormatan terhadap Masyarakat Adat. Sebagai respons, Pigai menegaskan dukungan kementeriannya untuk percepatan pembentukan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat yang menghormati nilai-nilai HAM. Koalisi Masyarakat Adat juga berdialog dengan Pigai dan jajaran Kementerian HAM, di mana perwakilan Abdon Nababan menyoroti pentingnya mengawal RUU Masyarakat Adat di pemerintahan untuk memenuhi janji konstitusi.
RUU Masyarakat Adat telah lama diusulkan untuk dibahas dan disahkan menjadi Undang-Undang sejak 2009. Meskipun berulang kali masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) di DPR, RUU ini belum kunjung disahkan. Kepentingan politik dan ekonomi disebut-sebut sebagai faktor dalam kelambatan pengesahan RUU ini. Upaya untuk memastikan hak-hak masyarakat adat terlindungi dan konflik dengan rencana investasi dapat dihindari menjadi fokus dalam pembahasan pengesahan RUU Masyarakat Adat.